Pengantin Pantang Senyum


Musim panas mengendap-endap pergi. Daun-daun berguguran. Sayonara panas 48 derajat celcius! Inilah pergantian musim. Orang-orang bergembira. Musim gugur tahun ini diawali dengan berita gembira bahwa putri tetangga baik saya akan menikah. Menikah, oh sungguh kata yang terdengar sangat indah. Tampaknya musim gugur adalah waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan, mungkin untuk persiapan musim dingin. Saya sungguh bersemangat untuk datang. Saya penasaran. Ini untuk pertama kalinya saya akan melihat pesta pernikahan di Pakistan.

Hari yang dinantikan tiba. Kami sekeluarga datang berseragam batik. Keluarga mempelai mengajak saya untuk ikut menjadi penabur bunga, menyambut rombongan mempelai pria. Saya berbaris bersama para wanita - tua, muda, dan anak-anak – yang mengenakan shalwar khamis dan gelang-gelang glamour. Suara gendang memecah kesunyian. Mempelai pria yang berkalung bunga-bunga berjalan tampak serius. Calon pengantin diiringi beberapa pria yang berjoget sepanjang jalan.  Seperti menonton film india, itu perasaan saya. Semarak gendang, kaki menghentak-hentak. Semua gembira. Semakin semangat saat kerongkongan-kerongkongan meneguk sebotol soda, minuman favorit masyarakat Pakistan.

Lama saya menuggu kedatangan mempelai wanita, tapi pengantin tak kunjung datang. Saya memutuskan untuk langsung menuju rumahnya. Setelah minta izin, saya masuk menemui pengantin yang memakai gaun merah hati. Dia tampak cantik. Dia menunduk, tak berbicara sepatah kata pun. Saat saya meminta berfoto bersamanya, dia tetap menunduk, tidak tersenyum, apalagi tertawa. Saya mencoba berkali-kali menggodanya agar tersenyum, dia tidak sedikitpun menarik bibirnya. Ooh...semua sanak family tampak gembira, tertawa, tetapi sang pengantin wanita justru tampak sedih.

Saya tak habis pikir, apa yang terjadi dengan pernikahan ini? Dimanapun setahu saya pengantin wanita adalah yang paling tampak banyak senyum, ceria, wajahnya tampak berbunga-bunga. Dulu ketika saya menikah, saya merasa sangat kelelahan karena tersenyum sepanjang hari, dari pagi sampai malam. Bahkan teman saya di Indonesia, yang pestanya digelar di tiga tempat selama tiga hari berturut-turut, merasakan keringnya gigi karena senyum terus-menerus. Setahu saya, kalau di Indonesia, jika ada pengantin perempuan tidak tersenyum di hari pernikahannya, tentulah orang curiga dia kawin paksa atau menikah karena sesuatu hal yang tidak enak.

Saya mengingat-ingat tiga foto pernikahan tetangga saya di Pakistan. Pengantin-pengantin perempuan tak ada satupun yang tersenyum. Kemudian saya melihat foto kawan saya, seorang doctor, yang menikah jauh dari kota tempat tinggal saya. Dia pun tidak tersenyum. Ada apa gerangan dengan pengantin-pengantin perempuan Pakistan?

Saya mencoba menghubungi beberapa kawan Indonesia yang menikah dengan pria pakistan. Ooh...ternyata ada seorang perempuan Indonesia yang dimarahi ibu mertuanya karena dia tersenyum-senyum saat pesta pernikahan digelar di Pakistan. Tentulah bisa dipahami, bagi perempuan Indonesia, tersenyum saat menikah adalah hal yang “dianjurkan”. Sedangkan dalam tradisi Pakistan, tersenyum adalah hal yang “tabu”, tidak pantas dilakukan.

Saya masih tidak mengerti. Setiap kali bertemu kawan-kawan asli Pakistan, maka saya ingin selalu ingin mendengar cerita mengapa pengantin perempuan Pakistan tidak tersenyum. Kawan-kawan saya bercerita, memang tradisi di Pakistan bahwa pengantin perempuan dilarang tersenyum, tertawa, dan berbicara dengan orang lain. Pengantin harus selalu menunduk. Pengantin harus tampak sedih, tampak sedikit ketakutan. Mengapa? Karena sesuai tradisi di sini, usai menikah, pengantin perempuan akan dibawa sang suami ke rumah keluarga suami dan tinggal join family dengan keluarga besar. Pengantin harus tampak sedih karena akan meninggalkan keluarganya. Pengantin harus tampak sedikit ketakutan karena akan memulai hidup baru, bertemu dengan keluarga baru, dan mungkin di kota baru.

Pengantin juga harus tampak malu. Kawan saya bilang, shyness is diamond, rasa malu itu permata. Indah! Jadi seorang pengantin yang tersenyum-senyum bahkan tertawa-tawa itu, tidak indah.

Saya pun minta suami ikut menanyakan hal ini ke temannya satu kampus. Kawannya mengatakan, jika ada pengantin perempuan senyum-senyum, tertawa-tawa, hal itu bisa menimbulkan kecurigaan bahwa ada sesuatu yang “tidak beres” dengan pernikahan tersebut. Hal ini pun berlaku untuk pengantin pria yang harus tampak serius, tidak cengengesan. 

Yaa...memang lain ladang, lain belalang. Lain negara, lain pula tradisinya.


Pakistan Houswife’s Diary (PhD), Musim dingin akhir tahun 2013
\