No Man's Land: Dark Comedy yang Beautiful, tapi Painful

 

Serombongan tentara Bosnia bersembunyi di gelap malam berkabut. Salah satu menyalakan korek, dan mulai merokok. Teman-temannya ikut merokok. Pemimpin rombongan marah. Kurang lebih begini dialognya:

"Matikan rokoknya. Musuh bisa melihat kita. Kalian punya otak tidak?"

Salah satu tentara menjawab "Kalau punya otak, saya sudah jadi Sekjen PBB."

"Kalau punya otak, saya tidak berada di sini. Saya di kampung halaman membuka restoran."


Satire.


Sepanjang film ini banyak dialog yang membuat penonton ingin tertawa, tapi nggak tega. Tertawa dalam kondisi perang? Oh, berat sekali. Tapi ya itu... Danis Tanovic bisa meramu kisah pahit dalam dialog-dialog yang begitu manusiawi. 


Saya paling suka adegan dua tentara bermusuhan yang sama-sama terluka dan terjebak di parit. Mereka (akhirnya) sepakat tidak saling tembak hingga malam tiba agar masing-masing bisa melanjutkan perjalanan. Tentara Bosnia dan Serbia ini menggunakan bahasa yang sama dan ternyata mereka berasal dari desa berdekatan. Si Tentara Bosnia ini punya "tambatan hati" di desa tentara Serbia, yang ternyata teman sekolah tentara Serbia. Duh...dialognya baguuus. Saya pikir adegan-adegan selanjutnya setelah tahu mereka punya "mutual friend" adalah mereka akan bersahabat. Dan ternyata tidak. 


Film ini menonjolkan dialog-dialog yang beautiful dan lucu. Tapi... nggak ingin tertawa, karena painful. Selalu, perang itu selalu menyakitkan.


Menyukai film genre dark comedy itu ibarat menyukai kopi. Ada yang suka kopi pekat. Ada yang suka kopi ringan. Dua pemenang Oscar yang sudah saya tonton ada yang genre Dark comedy, yaitu Parasite dan No Man's Land. Parasite itu ibarat kopi yang pekat, lidah saya kepahitan. Saya lebih suka yang ringan saja kopinya.


#filmbagusadalah