PhD part 2 : Jemuran
Ini Pakistan Housewife Diary saat masih musim dingin. Sebenarnya banyak sekali mozaik menarik yang saya alami selama di Lahore. Tetapi, susah sekali berlama-lama di depan laptop. Maklum, ibu rumah tangga, banyak yang menunggu : cucian, setrikaan, dapur, dan lain lain.
Di musim dingin, Lahore tidak ada salju. Tapi bagi saya dinginnya bukan kepalang. Hanya sekitar 4 derajat celcius yang saya rasakan paling dingin. Kadang hujan es turun sebentar, membawa hiburan sendiri untuk kami bertiga. Abrar langsung mengambil panci dan berharap es-es itu berkumpul tepat di pancinya. Arifa bersorak-sorak, menimpali berisiknya es-es yang mengenai apapun.
Sobat, saya punya musuh besar di musim dingin, yaitu : cucian! Saya sangat membenci pekerjaan yang berhubungan dengan air, karena terasa seperti mencuci dengan air es. Ibu mertua saya membekali sarung tangan karet untuk keperluan mencuci-cuci. Bagus, sangat bermanfaat, meskipun terasa tidak nyaman. Sepasang sarung tangan untuk mencuci piring, sepasang untuk mencuci pakaian, sepasang untuk keperluan membersihkan lantai kamar mandi. Dalam perjalanan saya menekuni profesi cuci-cuci ini, saya menemukan cara efektif agar tetap nyaman bekerja : Bekerjalah dengan menyalakan pompa air. Air dalam tanah lebih hangat dari air di dalam penampung air. Ini penting untuk diingat. Saya menyukai penemuan itu. Tapi permasalahan lain muncul, listrik sering mati, karena load sheding musim dingin. Saya tidak mau bekerja dengan bergantung pada listrik. Well, akhirnya saya kembali pada teknologi sarung tangan karet.
Nah, setelah musuh yang satu itu dapat dikalahkan, saya masih punya petualangan untuk mengendalikan musuh lain, yaitu produk dari cucian yang bernama jemuran. Tampaknya sepele, tapi ini berpengaruh besar pada kenormalan psikis saya.
Bagaimana itu bisa terjadi? Jemuran bertumpuk dan tidak kering tentu saja menimbulkan bau. Suasana semrawut karena banyak jemuran juga. Maka, saya telatenkan untuk kembali dan kembali menjemur. Pusing. Pernah, saya akan menjemur baju-baju yang baru saja saya cuci. Sementara di atap, sudah penuh jemuran dua hari lalu. Tiba saat menjemur, datanglah gerimis. Ouuuh, berekal dari pengalaman dahulu, gerimis di Lahore hanya seperti diayak, tapi sangat "istiqomah" dari pagi hingga sore. So, saya mengurungkan niat menjemur. Saya pun mengangkati jemuran saya. Karena saya lelah membawa jemuran dari lantai ke lantai 1, maka jemuran yang baru saja saya cuci, saya jatuh-jatuhkan langsung dari atap hingga ke tempat mencuci saya di lantai 1. Fantastis! begitu mungkin pikir anak-anak. mereka tertawa senang melihat mainan baru, ikut serta melemparkan baju-baju. Hmmm.... anak-anak dan saya tertawa, meskipun saya tertawa pura-pura (nangis sebenernya). hehehehe
Di musim dingin, Lahore tidak ada salju. Tapi bagi saya dinginnya bukan kepalang. Hanya sekitar 4 derajat celcius yang saya rasakan paling dingin. Kadang hujan es turun sebentar, membawa hiburan sendiri untuk kami bertiga. Abrar langsung mengambil panci dan berharap es-es itu berkumpul tepat di pancinya. Arifa bersorak-sorak, menimpali berisiknya es-es yang mengenai apapun.
Sobat, saya punya musuh besar di musim dingin, yaitu : cucian! Saya sangat membenci pekerjaan yang berhubungan dengan air, karena terasa seperti mencuci dengan air es. Ibu mertua saya membekali sarung tangan karet untuk keperluan mencuci-cuci. Bagus, sangat bermanfaat, meskipun terasa tidak nyaman. Sepasang sarung tangan untuk mencuci piring, sepasang untuk mencuci pakaian, sepasang untuk keperluan membersihkan lantai kamar mandi. Dalam perjalanan saya menekuni profesi cuci-cuci ini, saya menemukan cara efektif agar tetap nyaman bekerja : Bekerjalah dengan menyalakan pompa air. Air dalam tanah lebih hangat dari air di dalam penampung air. Ini penting untuk diingat. Saya menyukai penemuan itu. Tapi permasalahan lain muncul, listrik sering mati, karena load sheding musim dingin. Saya tidak mau bekerja dengan bergantung pada listrik. Well, akhirnya saya kembali pada teknologi sarung tangan karet.
Nah, setelah musuh yang satu itu dapat dikalahkan, saya masih punya petualangan untuk mengendalikan musuh lain, yaitu produk dari cucian yang bernama jemuran. Tampaknya sepele, tapi ini berpengaruh besar pada kenormalan psikis saya.
Bagaimana itu bisa terjadi? Jemuran bertumpuk dan tidak kering tentu saja menimbulkan bau. Suasana semrawut karena banyak jemuran juga. Maka, saya telatenkan untuk kembali dan kembali menjemur. Pusing. Pernah, saya akan menjemur baju-baju yang baru saja saya cuci. Sementara di atap, sudah penuh jemuran dua hari lalu. Tiba saat menjemur, datanglah gerimis. Ouuuh, berekal dari pengalaman dahulu, gerimis di Lahore hanya seperti diayak, tapi sangat "istiqomah" dari pagi hingga sore. So, saya mengurungkan niat menjemur. Saya pun mengangkati jemuran saya. Karena saya lelah membawa jemuran dari lantai ke lantai 1, maka jemuran yang baru saja saya cuci, saya jatuh-jatuhkan langsung dari atap hingga ke tempat mencuci saya di lantai 1. Fantastis! begitu mungkin pikir anak-anak. mereka tertawa senang melihat mainan baru, ikut serta melemparkan baju-baju. Hmmm.... anak-anak dan saya tertawa, meskipun saya tertawa pura-pura (nangis sebenernya). hehehehe