DANGAL; Bergulat dengan Kultur Perempuan Asia Selatan
“Seisi desa menertawai
kita. Siapa yang akan menikahi putri kita?”
“Mereka tak kan memilih
putri kita. Putri kitalah yang memilih mereka”
(Dangal, 2016)
Menontonlah
film Bollywood DANGAL di menit-menit pertama. Lalu, tetaplah duduk manis di
menit-menit pertengahan. Kemudian, pastikan posisi manis tetap bertahan di
menit-menit terakhir. Ya! Sebuah hadiah mempesona dari tanah India di akhir
tahun 2016 telah dipersembahkan untuk para perempuan remaja di seluruh negeri. Sebuah
film tentang pegulat perempuan India pertama yang meraih medali emas di kelas
55 kg pada Commonwealth Games 2010.
Menengok Dunia Perempuan
Asia Selatan
Sex-selective abortion merupakan salah satu masalah di India.
Dengan teknologi saat ini, seorang perempuan hamil dan keluarganya dapat
mengetahui apakah janinnya perempuan atau laki-laki. Jika perempuan, aborsi
menjadi solusi. Beberapa kalangan masyarakat di India (dan Asia Selatan pada
umumnya), dari zaman dahulu, menilai kelahiran bayi laki-laki lebih utama
daripada bayi perempuan. Menjadi tradisi masyarakat Asia Selatan untuk
membagikan mithai (manisan) sebagai
wujud kegembiraan jika bayi yang lahir adalah laki-laki.
Permasalahan
ini kemudian dikaitkan dengan the dowry
system sebagai pangkal masalah penolakan kehadiran bayi perempuan. Dowry adalah seperangkat barang-barang
tahan lama yang diberikan oleh pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki
dan keluarga pengantin laki-laki. Dowry dapat
berupa seperangkat perhiasan, pakaian, seperangkat peralatan dapur, tempat
tidur, almari, kipas angin, televisi, mesin cuci, AC, atau motor bahkan mobil. Untuk
menghindari dowry, beberapa kalangan
masyarakat berusaha mengurangi rasio anak perempuan dengan melakukan aborsi.
Beberapa
kalangan masyarakat juga masih memandang pendidikan untuk anak laki-laki lebih
penting daripada untuk anak perempuan. Anak perempuan pada dasarnya diciptakan
untuk urusan rumah tangga dan membesarkan anak-anak. Maka, stereotype perempuan
yang baik lebih diukur dari penampilan (berambut panjang dan cantik) dan
ketrampilan domestik (bisa memasak, mengurus anak, dan mengurus rumah tangga). Sesuatu
yang sangat aneh jika ada perempuan berambut pendek, apalagi menempuh ranah
laki-laki.
Pada
tahun 2015, Perdana Menteri India, Narendra Modi mencetuskan kampanye “Bheti Bachao, Bheti Padhao” yang artinya save girl, educate girl. Kampanye ini bertujuan untuk mengurangi aborsi janin perempuan dan memberikan pendidikan yang baik untuk anak-anak perempuan.
Dua Jalan Searah dalam
Film : Moral dan Hiburan
Terlalu
banyak kita menyaksikan film yang menghibur, yang membuat kita tertawa, namun
kosong secara nilai moral. Begitu juga sebaliknya, sudah mulai banyak film yang
sarat nilai moral, bahkan bisa dikatakan sarat nilai-nilai kampanye atau
propaganda, namun tak menghibur, tidak memenuhi hati para penontonnya dengan
sebuah kegembiraan.
Film
yang bagus adalah yang mampu memadukan muatan moral dan muatan hiburan. Dua hal
tersebut harus searah, tanpa salah satu mengorbankan yang lainnya. Seni
berbicara dalam film tentu saja berbeda dengan seni berbicara saat berkampanye.
Dangal (Pertandingan Gulat) menjadi contoh
yang tepat bagaimana sebuah film bisa dengan begitu menghibur dan mempesona
berbicara tentang isu perempuan di Asia Selatan. Dangal tidak berbicara tentang sex-selective
abortion. Dangal juga tidak
berkampanye Bheti Bachao, Bheti Padhao secara
eksplisit.
Dangal hanya menceritakan kegelisahan hati
seorang Bapak, yang merupakan pegulat, yang tak mampu memberikan medali emas
untuk negaranya. Hati yang gelisah, bertambah resah ketika melihat kenyataan
tak ada satu pun dari empat anaknya yang laki-laki, yang bisa meneruskan
prestasi gulat. Hatinya pun akhirnya menerima kehadiran keempat anak
perempuannya. Dia pun berencana mengubur impian medali emas di pertandingan
gulat.
“Maafkan aku, aku tak bisa
memberimu anak laki-laki.”
“Jangan salah paham. Aku
sangat menyayangi anak-anak kita.”
Maka,
kehidupan pun direncanakan sebagaimana umumnya keluarga yang mempunyai anak
perempuan. Anak-anak dipanjangkan rambutnya, diajari memasak dan ketrampilan
rumah tangga. Hingga suatu hari, sebuah peristiwa tidak terduga mengubah jalan
hidup keluarga ini dan membukakan jalan terang untuk perempuan-perempuan di
seluruh negeri.
Indahnya “Cara Mendongeng”
Film Dangal
Disclaimer atau kata peringatan untuk para
penonton sangat penting untuk menilai sebuah film. Film Dangal memang menyatakan sebagai film biografi Mahavir Sigh Phogat,
seorang pegulat India yang mempunyai dua anak perempuan yang juga pegulat,
yaitu Geeta Phogat dan Babeeta Phogat. Namun, film ini secara jujur mengatakan
bahwa hanya tiga tokoh dalam film ini yang “nyata”, yaitu Mahavir, Geeta, dan
Babeeta. Sedangkan tokoh-tokoh lain adalah fiksi.
Mungkin
kita sering menemukan film biografi, namun membosankan. Ataupun film yang mengklaim
sebagai kisah nyata, namun jika kita amati banyak adegan yang “dramatisasi”,
namun film tersebut tidak jujur mengakui bahwa itu hanya fiksi. Sedangkan Dangal secara jujur menyatakan beberapa
tokoh dan adegan memang sengaja dibuat “dramatis” untuk kepentingan film. Termasuk
adegan terakhir, saat Geeta mengeluarkan jurus luar biasa untuk mendapatkan
point lima. Itu adegan yang tidak boleh dilewatkan.
Karakter yang Kuat
Penguatan karakter
tokoh sangat penting dalam sebuah film. Saat personil
Disney dan sutradara Nitesh Tiwari menawarkan peran sebagai pegulat Mahavir
Singh Pogat (tahun 2013), Aamir Khan meminta agar film ini dibuat nanti ketika
usianya menuju 60-an, karena Aamir Khan harus memerankan Mahavir Singh Pogat di
usia 60-an. Sementara, saat itu Aamir Khan baru selesai syuting film DHOOM 3 dan memulai syuting film PK. Di dua film itu Aamir Khan memainkan
peran usia muda.
Namun,
karena ide cerita Dangal luar biasa
menarik hati Aamir Khan, akhirnya Aamir Khan pada tahun 2014 menyetujui untuk
menjadi aktor film ini dan menaikkan berat badan menjadi 98 kg. Dengan postur
yang tidak terlalu tinggi, Aamir Khan ternyata cukup menderita dengan berat
badan 98 kg. Dia kesulitan membungkuk dan kesulitan mengikat tali sepatu. Resiko
berikutnya adalah Aamir Khan harus membuang 30 kg dalam waktu 5 bulan untuk
memerankan Mahavir Singh Pogat usia 27 tahun dengan berat badan 68 kg.
Memang,
salah satu kelebihan industri film Bollywood adalah kuat sekali tekadnya untuk
menghasilkan aktor sesuai karakter. Ini patut ditiru.
Selain
secara penampilan, secara cerita pun Mahavir Sigh Phogat digambarkan sebagai
ayah yang berkarakter kuat dan sangat disiplin. Meski resikonya adalah seisi
desa mengatakan dia gila karena melatih anak-anak perempuan menjadi pegulat, berselisih
paham berkepanjangan dengan istrinya, harus keluar dari pekerjaannya, dan harus
menantang keyakinan agamanya dengan memberi daging ayam untuk anak-anaknya.
Mahavir akan membuang semua hal yang menghalangi anak-anaknya kesulitan
berlatih gulat, termasuk mengganti shalwar
khamis dengan celana pendek dan kaos, juga memotong rambut anak-anaknya.
Bersiap-siaplah menangis saat melihat anak-anak Mahavir dicukur dan menjadi
bahan tertawaan seluruh kampung.
Tokoh yang Memberi Pencerahan
Pencerahan
atau moral dalam sebuah film tidak selalu harus disampaikan dalam bentuk
kalimat-kalimat yang bernada menggurui. Dalam film ini, tokoh figuran bernama Sunita
(teman sebangku Geeta di sekolah) berpengaruh penting bagi Geeta dan Babeeta
untuk akhirnya tersadar tidak berkonflik dengan Ayahnya.
Dalam
tradisi Asia Selatan, sebelum pernikahan ada acara yang disebut mehndi. Dalam mehndi, kerabat pengantin perempuan berkumpul, berdandan, menari,
dan menggunakan lukisan tangan dengan pasta henna. Dikisahkan, Sunita yang
cantik dan masih sekolah akan dinikahkan. Menjadi pengantin perempuan yang
cantik adalah impian. Geeta pun berdandan. Geeta menyamar menjadi laki-laki,
dan sepupunya yang laki-laki menyamar menjadi perempuan. Mereka menari di acara
mehndi. Mahavir Sigh Phogat sangat
tidak suka anak-anak perempuannya menari, padahal menari saat mehndi adalah wajar. Mahavir marah dan
memukul sepupu Geeta.
Kepada
Sunita, Geeta mengatakan bahwa Ayahnya bukanlah Ayah. Dalam pandangan Geeta, ayah seharusnya seperti
ayah Sunita, memandang anak perempuannya sebagai anak perempuan dan
menikahkannya. Tetapi Sunita justru mencurahkan hatinya dan keberatannya
dinikahkan di usia muda. Mana sosok Ayah yang benar?
Adegan
tiga remaja perempuan menangis usai acara mehndi,
bergulat pemikiran tentang “sosok Ayah yang benar”, sungguh-sungguh sangat
mengetuk hati. Sekali lagi, tak perlu menggurui atau berkampanye untuk
menggugah hati penonton.