Antara Fahri, Abrar, dan Arifa


Suhu udara benar-benar panas. Wajar saja Maria malas keluar. Toko alat tulis yang juga menjual disket hanya berjarak lima puluh meter dari apartemen. Namun ia lebih memilih menitip dan menunggu aku pulang.Ini memang puncak musim panas. Laporan cuaca meramalkan akan berlangsung sampai minggu depan, rata-rata 39 – 41 derajat celcius.Ini baru di Cairo. Di Mesir bagian selatan dan Sudan entah berapa suhunya. Tentu lebih menggila. Ubun-Ubunku terasa mendidih.
(Kutipan cerita Fahri, Ayat-Ayat Cinta karya Hauburrahman El Shirazy)

Sekitar sembilan tahun lalu, membaca novel Ayat-Ayat Cinta, belum bisa membayangkan, panas 41 derajat itu seperti apa. Oooh...sekarang, tinggal di Pakistan, saya ingin ikut-ikutan menulis paragraf seperti di atas.

Suhu udara benar-benar panas. Wajar saja orang-orang malas keluar. Tapi, menjemput Abrar dan Arifa adalah keharusan. Pukul satu siang. Kata kawan, sambil bercanda, itu jam tepat neraka bocor. Ini memang musim panas. Laporan cuaca meramalkan akan berlangsung sampai empat bulan ke depan, rata-rata 41 - 48 derajat celcius. Ini baru di Lahore. Di neraka entah berapa suhunya. Tentu lebih menggila. Ubun-ubunku terasa mau mendidih. Tapi untunglah hanya air di panci saja yang mendidih, bukan ubun-ubunku. Musim panas ternyata ada nikmatnya. Nikmat minum sirop Qar-e Jam Sirran dicampur lemon. Segeeerrr poll. Dan tentu saja es krim Walls favorit Abrar dan Arifa. Nyam-nyam-nyam.  



Lahore, musim panas 2014