Akhir Sebuah Kisah Cinta: (1) Dengan Yoghurt
Di Lahore, yoghurt (dahin) sangat massal dikonsumsi. Di toko
penyedia susu segar, biasanya juga tersedia yoghurt. Kita bisa membelinya
seperempat kilo atau sekilo. Berhubung di rumah yang suka yoghurt hanya saya,
biasanya saya hanya membeli seperempat kilo. Harganya Rs. 20. Murah! (Di
Pakistan, susu dan produk turunannya sangat murah). Yoghurt ini bisa dicampur
ke dalam bumbu ayam karahi, nasi biryani, atau dicampur saat makan nasi
biryani. Yoghurt bisa juga dimakan langsung dengan gula atau garam, atau dijus
dengan buah-buahan. Dari semua itu, paling lezat dan menyegarkan dari yoghurt
adalah ketika dimakan dengan dicampur chaat
masala. Chaat masalah adalah bumbu racikan khas Pakistan yang terdiri dari
berbagai macam rempah-rempah. Rasanya, waow….. tiada hari terindah selain
diselingi makan yoghurt dengan chaat
masala. Memang, ini adalah hal yang sangat berlebihan. Tapi sungguh
fantastis bagi seorang “saya” yang dahulu sangat anti yoghurt, menjadi sangat
“fanatik”, cinta berlebihan terhadap yoghurt.
Maka, dimulailah hari demi hari,
kisah cinta saya dengan yoghurt. Setiap hari menghabiskan seperempat kilo
yoghurt. Lezat. Menyegarkan.
Alkisah suatu hari, muncul satu
bisul di wajah saya. Mirip jerawat. Waow, Jerawat! Saya ingat dahulu waktu SMA,
ada satu jerawat di wajah saya, dan peer
group saya langsung heboh. Memang, kulit saya termasuk yang jarang
jerawatan, walaupun saya tidak pernah memelihara wajah saya. Nah, saya gelisah,
mengapa “saya” yang jarang jerawatan, tiba-tiba berjerawat? Hari-hari
berikutnya, jerawat membesar, menjadi seperti bisul. Bisul satu muncul di
hidung. Kemudian muncul lagi di telinga. Kemudian muncul lagi di leher. Bisul
sebesar biji jagung, mengeluarkan darah dan nanah. Sungguh menyeramkan!
Saya mulai mencari
artikel-artikel di internet terkait bisul. Makanan yang harus dihindari bagi
seorang yang menderita bisul adalah makanan yang kaya protein. Oooh….yoghurt
sangat kaya protein. Maka, saya menyimpulkan, saya harus “puasa” makan yoghurt.
Saya tidak memvonis bahwa yoghurt adalah penyebab bisul saya, tetapi saya menganalisis
bahwa saya harus menghindari yoghurt selama proses penyembuhan bisul saya.
Sambil terus mengobati bisul
dengan minyak tradisional yang saya bawa dari Indonesia, saya berhenti makan
yoghurt. Sedih sekali. Serasa kehilangan harta berharga di permukaan bumi ini.
Saya bertanya, Inikah akhir tragis sebuah kisah cinta, antara lidah saya dengan
yoghurt?
Setelah “puasa” makan yoghurt,
bisul saya sembuh. Kering semua. Namun, beberapa hari kemudian, anak saya
terkena bisul juga, padahal dia tidak pernah makan yoghurt. Saya pun
menganalisis, bisa jadi bisul itu muncul karena peralihan musim dari musim semi
ke musim panas. Atau, bisul itu muncul karena saya berlebihan makan yoghurt.
Maka, saya menyimpulkan, lidah
saya tetap berjodoh dengan yoghurt, tapi dosisnya harus dikurangi. aya pun
kembali makan yoghurt, sedikit, dengan chaat
masala tentunya.