Panggilan Kesayangan : Ebrar Hussein dan Ghuriya

Dimana-mana, panggilan kesayangan adalah nama panggilan agar yang DIPANGGIL senang. Namun yang terjadi di Pakistan, maksudnya yang terjadi terhadap anak -anak saya, adalah kebalikannya. Panggilan kesayangan adalah nama panggilan agar yang MEMANGGIL senang.

“Haaai… Yaaa Ebrar Hussein…..”, panggil seorang kakek, sebut saja Kakek Shaukat.
“Uncle, Ebrar Hussein nahi Uncle. Abrar Aduljabbar”, saya meralat.
“Oh…yes…yes….Ebrar Abduljabbar”.

Hari-hari berikutnya, saya sering bertemu Kakek Shaukat saat saya mengantar anak-anak sekolah. Lagi-lagi “Yaa…..Ebrar Hussein….”. Saya kembali meralat dan si Kakek kembali mengangguk-angguk. Bulan berganti bulan, musim sudah kembali berputar, tahun berganti angka, namun setiap kali bertemu Kakek, masih saja,

“Yaa….Ebrar Hussein…..”
Saya pun kembali meralat. Suami saya sama juga, ikut meralat.
“Uncle, nama anak saya Abrar Abduljabbar’, kata suami saya usai dari masjid.
“Oh, sudah ganti nama???”, tanya si kakek.
“Nahi….tidak pernah ganti nama.”

Tapi akhirnya, kami pun maklum. Biarlah Abrar tetap menjadi “Ebrar Hussein”nya Kakek Shaukat.

Hal yang sama juga terjadi pada anak kedua kami, Arifa. Seorang tetangga jauh, panggil saja Kakek Yaseer. Beliau setiap hari duduk di kursi roda dan mencari angin (kalau musim panas) atau mencari matahari (di musim dingin) di mulut gang dekat rumahnya. Setiap bertemu, hampir pasti anak-anak kami menyalaminya.

“Ghuriyaaa….…”, sambil mengelus-elus kepala Arifa.

Ghuriya adalah panggilan Kakek Yaseer untuk Arifa. Ghuriya, arti aslinya boneka. Namun Ghuriya sudah dikonotasikan sebagai anak kecil yang cantik, manis dipandang. Saya sudah pernah meralat.

“Uncle, namanya Arifa, bukan Ghuriya”
“Acha naam”. Nama yang bagus, puji Kakek Yaseer.

Namun, seperti Kakek Shaukat, meski sudah lebih dua tahun bertemu, namun tiap kali bertemu Kakek Yaseer tetap saja, “Ghuriyaaa…..!!!”




pakistan houswife's diary, Ramadhan