Mencari Kegiatan Alternatif Untuk Anak-Anak
Melihat anak-anak tidak bersemangat dan bosan adalah hal yang
sangat menyakitkan hati saya. Saya tidak suka mengalihkan perhatian anak-anak
ke hal-hal yang ‘berbau’ layar. Memang, kalau disajikan televisi yang gambarnya
menarik, VCD, atau youtube, anak-anak sangat menyukai. Tapi saya tidak ingin
anak-anak menjadi anak-anak layar. Mereka hanya duduk manis memandang layar,
tidak energik. Kemudian jika youtube lama loadingnya atau iklannya sangat lama,
anak-anak saya bisa berubah menjadi sangat emosional. Maka, saya tidak
menjadikan kegiatan menonton televisi atau sejenisnya sebagai alternatif agar
anak-anak tidak bosan.
Saya berusaha setiap hari anak-anak mendapatkan pengalaman
atau sesuatu yang baru dan seru. Prinsip saya, anak-anak harus senang. Tidak
harus pergi ke tempat yang harus mengeluarkan banyak uang atau membeli mainan
baru. Saya mencoba mencari-cari yang ada di dalam rumah dan sekitarnya.
Hari libur misalnya, tidak selalu harus keluar rumah. Saya
mengajak Abrar (3 tahun 4 bulan) dan Arifa (2 tahun 1 bulan) untuk menengok
gudang rumah. Oh, ternyata ada sekeranjang mainan jaman dahulu saat Om masih
kecil. Saya katakan “Ayo, kita bisa menemukan mainan seru di keranjang ini”.
Biarkanlah anak-anak sedikit bergulat dengan mainan yang kotor dan bau
tentunya. Saya menyediakan ember agar anak-anak memilah mainan yang disukai dan
belum begitu rusak di ember. Setelah selesai kegiatan memilah, saya ajak
anak-anak mencuci mainan. Saya bekali masing-masing sikat. Duduk di kursi
kecil, tangan penuh sabun, mengubak-ubak air, sangat seru tampaknya. Apalagi
setelah melihat mainan yang tampak bagus usai disikat. Setelah itu, saya ajak
anak-anak menjemur mainan. “Dijemuynya sambil balis ya Mi....”, kata Abrar yang
senang sekali menata mainannya membentuk barisan.
Napak tilas, juga bisa menjadi kegiatan alternatif. Saya
mengajak anak-anak ke “masa lalu” saya. Saya ajak anak-anak melihat TPA,
sekolah dasar, mushola tempat mengaji waktu saya kecil. Saya tunjukkan pohon
nangka tempat dulu saya bermain citung-citung (petak umpet) bersama teman-teman
masa kecil. Saya ajarkan permainan-permainan tradisional zaman dahulu, seperti
jangka (engklek), citung-citung, cublek-cublek suweng, pasar-pasaran, mencari
hewan-hewan dan bunga-bunga sawah, dan lain sebagainya. Tentunya juga, saya
belikan kue zaman dahulu yang masih bertahan sampai sekarang. Saya mengajak
membeli es dung-dung di penjual yang sama sewaktu saya masih kecil. Saya juga
mengajak anak-anak bermain ke rumah teman saya sewaktu masih kecil. Wah,
ternyata rangkaian “napak tilas” ini tampaknya cukup membuat anak-anak
bersemangat.
Terkadang, “menunggu” bisa menjadi hal yang membosankan,
apalagi jika terjebak hujan deras. Saya memanfaatkan kesempitan itu agar
anak-anak mendapatkan hal baru, tentang hujan tentunya. Pancing anak-anak untuk
bersemangat bertanya, maka “kesempitan” itu pun bisa berubah menjadi kesempatan
emas untuk mengetahui hal-hal baru.
Ya, sebenarnya banyak kegiatan alternatif kalau kita sebagai
orangtua menampilkannya sebagai hal yang seru dan mengasyikkan.