Ibuku Juga Hebat (1)



Waktu milad Bapak, saya bikin kukis (kumpulan kisah manis) masa kecil bersama Bapak. Settingnya lebih banyak pas saya usia 5 tahun (kelas 1 SD). Nah, sekarang saya mau coba lagi, mengumpulkan kisah-kisah manis bersama Ibu. Masih di setting yang sama, usia 5 tahunan. Moga bermanfaat ya. Inilah Kukis pertama.


Hadiah Sang Juara


Saya masih belum genap 5 tahun waktu itu. Namun, saya bersikeras masuk sekolah. Alasannya satu: Nani (Almarhum), teman bermain saya, sudah masuk sekolah. Begitu juga dengan teman-teman yang biasa bersama-sama hujan-hujanan sambil mengumpulkan mangga, bermain citung-citung (petak umpet) di kala bulan purnama, atau bermain jangka (lompat kotak-kotak di tanah) dan yeye (lompat tali karet). Maka, Ibu pun mendaftarkan saya di SDN 2. Sayang, saat diminta menaikkan tangan kanan ke atas kepala lantas memegang telinga kiri, saya tidak berhasil. Tandanya, usia saya belum cukup untuk masuk SD, minimal 6 tahun. Ibu pun mengantar ke SDN 3. Sama, saya ditolak.


Saya pun menangis. Di hari pertama ajaran tahun baru, saya tetap ngotot masuk sekolah. Seperti menyerah, Ibu pun memakaikan baju merah putih bekas kakak saya, lengkap dengan sepatu dan tas gendong. Semuanya lungsuran kakak saya. Saya diantar Ibu ke SDN 3, sekolah dimana Nani didaftarkan. Karena alasan ada kakak pertama saya yang sedang latihan mengajar (training buat lulusan Sekolah Pendidikan Guru / SPG), Ibu Guru Eli, wali kelas 1, mau menerima saya. Hari pertama sekolah yang menyenangkan telah saya lalui. Saya bangga bisa sekolah. Meski sebenarnya, saya cuma mbawang (ikut-ikutan sekolah saja/pura-pura belajar tanpa membayar administrasi sekolah, kalau di tengah perjalanan tidak bisa mengikuti pelajaran, boleh keluar).


Hari kedua, saya tetap masuk sekolah. Hari ketiga, saya masih bersama Nani pergi ke sekolah. begitupun hari-hari berikutnya. Ibu saya pasrah, asal saya bahagia, beliau percaya. Hingga akhirnya tibalah test catur wulan pertama. Test yang menentukan bagi saya. Kalau bisa mengikuti test, saya akan didaftarkan secara resmi menjadi murid SDN 3. Kalau tidak bisa, mungkin bermain masih lebih baik untuk saya.


Tibalah saat mendebarkan: pengumuman hasil test. Ternyata, saya ranking 2! Wah, sejak itu saya resmi dinobatkan menjadi murid asli, bukan mbawang. Saya pun mendapat hadiah istimewa dari Ibu : digendong bolak-balik di pelataran depan rumah.


Sederhana memang, tapi sangat berarti apresiasi cinta itu.