Seri Media & Anak (Part 4)
Pernah merasa bergidik mendengar balita Anda menyanyikan lagu cinta? Nah, Anda tak sendiri. Marak diketahui umum, bahwa saat ini anak-anak dikepung oleh lagu-lagu dewasa. Bagaimana kecenderungan lagu-lagu dewasa saat ini?
Sedikitnya, ada tujuh kecenderungan:
Pertama, terlalu mencintai kekasih gelap. Misalnya Kekasih Gelap (Ungu): “Ku mencintaimu, sedalam-dalam hatiku. Meskipun engkau hanya kekasih gelapku”.
Kedua, hancurnya hidup karena patah hati. Misalnya Cinta Ini Membunuhku (D’Masiv): “Tak sadarkah kau telah menyakitiku. Lelah hati ini meyakinkanmu. Cinta ini membunuhku”. Atau Kisah Cintaku (PeterPan): ”Haruskah ku pergi tinggalkan dunia. Agar aku dapat berjumpa denganmu.”
Ketiga, memaksa ingin pacaran. Misalnya Pernah Muda (Bunga Citra Lestari): “Bilang Papamu berhenti urusin kau dan aku. Biarkan saja dulu kita jalan berdua. Merekapun pernah muda.” Atau Putuskan saja Pacarmu (ST 12): “Putuskan saja pacarmu. Lalu bilang I love you pada diriku.”
Keempat, gairah untuk berpesta (dunia gemerlap/dugem). Misalnya Selamat Malam Dunia (Jikustik): “Selamat malam dunia. Gairahku berpesta. Kita lewati malam. Berdua oh baby.”
Kelima, keindahan fisik wanita. Misalnya Makhluk Tuhan Paling Sexy (Mulan Jameela): “Matamu sexy, bibirmu Sexy…. Kamulah makhluk Tuhan yang paling sexy…”
Keenam, perselingkuhan. Misalnya Selingkuh (Kangen Band): “Pacarku mengertilah aku. Seperti aku mengertimu. Tapi kamu kok selingkuh.” Atau Ketahuan (Matta): “Ow…ow… kamu ketahuan, pacaran lagi dengan dirinya.”
Keenam, sifat playboy/playgirl. Misalnya Playboy/Jatuh Cinta Lagi (Matta): “Jatuh cinta lagi. Lagi-lagi ku jatuh cinta. Aku jatuh cinta kepada setiap wanita.” Atau Lelaki Cadangan (T2): “Kan aku sudah pernah bilang, janganlah kamu terlalu sayang. Dan bila nanti kau menghilang, ku masih punya lelaki cadangan.”
Ketujuh, (ini hanya sedikit) tentang persahabatan atau cita-cita. Misalnya Kepompong (Sindentosca): “Persahabatan bagai kepompong. Maklumi teman, hadapi perbedaan.” Atau Laskar Pelangi (Nidji): “Laskar pelangi takkan terikat waktu. Jangan berhenti mewarnai jutaan mimpi di bumi.”
Lagu bertema persahabatan atau cita-cita memang ada, namun hanya beberapa. Lagu bermuatan religius hanya datang sebentar saat Ramadhan. Lagu bertema kritik sosial pernah populer, tetapi itu hanya saat Iwan Fals masih eksis dengan lagu-lagu kritik sosialnya. Sementara, lagu bertema cinta, selingkuh, keindahan tubuh, dan ‘pop patah hati’ lainnya mewarnai jagad musik Indonesia. Ini belum ditambah dengan lagu-lagu dangdut, seperti Kucing Garong, Cucakrawa, Bokong Gatel, Prapatan Celeng, atau Putri Panggung. Dengan goyangan sarat muatan pornografi dan lirik sensual, lagu-lagu tersebut tak terbendung sampai ke telinga anak.
Nah, sepertinya ada banyak yang jadi "tertuduh" dalam masalah ini. Industri musik tak lagi mementingkan anak-anak, mungkin karena pertimbagan pasar. Acara Ajang Pencarian Bakat di televisi-televisi justru semakin mempopulerkan lagu dewasa ke telinga anak. Guru kesenian di sekolah mungkin kurang atraktif dalam memberikan lagu-lagu daerah atau lagu-lagu nasional. Orangtua mungkin kurang memperkenalkan lagu-lagu baik untuk anak-anaknya. Tentunya, para orangtua pernah mengalami masa-masa di mana berlimpah lagu baik untuk anak-anak. Rupanya, perlu ada pewarisan juga dalam hal ini.
Hemmh... agak susah memang. Mungkin, kalau saya, lebih baik nanti anak-anak saya perdengarkan ayat-ayat Al Qur'an saja. Kalau mereka butuh hiburan berupa lagu, mau tak mau, saya perdengarkan saja nasyid-nasyid dalam negri (yang bermuatan non-cinta/rumah tangga tentunya) dan luar negri. Banyak lagu-lagu Yusuf Islam atau Raihan yang bisa dinyanyikan anak-anak.
Yach... semoga kita bukan termasuk orang yang hanya mencaci keadaan dan berputus asa akan datangnya kondisi yang lebih baik untuk anak-anak kita.
Jakarta, 160109