Diary Cucu Lucu (Part 2)
Penghujung musim kemarau 2012
Jika kawan bertanya, siapakah paling hebat menulis skenario kehidupan? Maka Allah tentu jawabannya. Kami sekeluarga membuka lembaran kisah baru, saat dedaunan pohon sukun di depan rumah kontrakan sudah berjatuhan karena coklat mengering, debu halaman sudah begiu tebalnya, bahkan air sumur sudah enggan naik ke pipa-pipa pompa. Tapi, anak-anak tak pernah kehilangan ide untuk ceria. Mereka berlarian mengumpulkan daun-daun sukun, mengibas-ngibaskannya ke tanah. Debu-debu pun beterbangan. Para orangtua berteriak-teriak agar mereka berhenti, tapi mereka malah berlari tertawa-tawa sambil membawa setangkai daun sukun. Saat orangtua menyambung selang demi selang untuk menyalurkan air dari satu rumah ke rumah lain, anak-anak mengira itu mainan baru. Tak ada kesedihan di hati mereka.
Kenangan indah di rumah kontrakan yang sederhana di Depok, kami simpan baik-baik. Insyaallah untuk sementara, kami pindah ke rumah orangtua di Tegal. Sementara suami, sendiri berjuang di Pakistan. Kami pulang membawa berjuta kisah dan tawa. Rumah yang semula sepi, kini ramai. Ada tawa anak-anak, ada pertengkaran anak-anak, ada tangis, ada suara kaki-kaki kecil berkejaran dengan riang. Kami pulang saat tanaman padi mulai berisi bulir-bulir beras. Para petani mulai memancangkan tali panjang dengan orang-orangan sawah dan kaleng berisi batu untuk mengusir burung-burung pemakan padi. Awan gelap sering datang, gemuruh mengangkasa, tapi hujan belum benar-benar menghampiri.
Jika kami kangen Depok, maka kami pergi ke sana. Ke rumah Eyang. Jika kami ingin di Tegal, maka kami pulang ke Tegal, ke rumah Embah. Begitu saja saat ini.
Tapi yang jelas, kami insyaAllah akan tetap mengisi hari-hari dengan cerita. Semoga menyenangkan.
Ini Diary Cucu Lucu Part-2. Ditulis saat Dik Arifa sudah berusia 2 tahun, Mas Abrar berusia 3 tahun 3 bulan. Syutingnya di rumah Embah (Tegal) atau rumah Eyang (Beji Depok). Semoga suka!
Tegal, 12 November 2012
Jika kawan bertanya, siapakah paling hebat menulis skenario kehidupan? Maka Allah tentu jawabannya. Kami sekeluarga membuka lembaran kisah baru, saat dedaunan pohon sukun di depan rumah kontrakan sudah berjatuhan karena coklat mengering, debu halaman sudah begiu tebalnya, bahkan air sumur sudah enggan naik ke pipa-pipa pompa. Tapi, anak-anak tak pernah kehilangan ide untuk ceria. Mereka berlarian mengumpulkan daun-daun sukun, mengibas-ngibaskannya ke tanah. Debu-debu pun beterbangan. Para orangtua berteriak-teriak agar mereka berhenti, tapi mereka malah berlari tertawa-tawa sambil membawa setangkai daun sukun. Saat orangtua menyambung selang demi selang untuk menyalurkan air dari satu rumah ke rumah lain, anak-anak mengira itu mainan baru. Tak ada kesedihan di hati mereka.
Kenangan indah di rumah kontrakan yang sederhana di Depok, kami simpan baik-baik. Insyaallah untuk sementara, kami pindah ke rumah orangtua di Tegal. Sementara suami, sendiri berjuang di Pakistan. Kami pulang membawa berjuta kisah dan tawa. Rumah yang semula sepi, kini ramai. Ada tawa anak-anak, ada pertengkaran anak-anak, ada tangis, ada suara kaki-kaki kecil berkejaran dengan riang. Kami pulang saat tanaman padi mulai berisi bulir-bulir beras. Para petani mulai memancangkan tali panjang dengan orang-orangan sawah dan kaleng berisi batu untuk mengusir burung-burung pemakan padi. Awan gelap sering datang, gemuruh mengangkasa, tapi hujan belum benar-benar menghampiri.
Jika kami kangen Depok, maka kami pergi ke sana. Ke rumah Eyang. Jika kami ingin di Tegal, maka kami pulang ke Tegal, ke rumah Embah. Begitu saja saat ini.
Tapi yang jelas, kami insyaAllah akan tetap mengisi hari-hari dengan cerita. Semoga menyenangkan.
Ini Diary Cucu Lucu Part-2. Ditulis saat Dik Arifa sudah berusia 2 tahun, Mas Abrar berusia 3 tahun 3 bulan. Syutingnya di rumah Embah (Tegal) atau rumah Eyang (Beji Depok). Semoga suka!
Tegal, 12 November 2012