phd : Persepsi Lumrah tapi Aneh
Persepsi yang lumrah di masyarakat Lahore adalah:
"Orang asing adalah orang kaya"
Saya aminkan saja. Menolak persepsi sama saja menolak doa, begitu menurut saya. Namun, menjadi tidak nyaman ketika dahulu salah satu tetangga saya bertanya,
"Kamu punya mobil?"
Oh, rasanya saya ingin berteriak
"Kalau saya punya mobil, mana mungkin saya ngontrak di sini? Sudah pasti saya pilih Defence House Authority (DHA)!"
DHA adalah salah satu kawasan elite di Lahore. Indah dan rapi bukan main.
Sewaktu ada mobil bagus nankring di depan kontrakan kami (mungkin mobil tamu), seseorang yang sedang lewat, bertanya,
"Ini mobil kamu?"
Ck!
Saya berpenampilan seperti umumnya orang biasa. Gamis biasa, kerudung biasa, sandal biasa. Namun rasanya karena saya orang asing, sehingga orang mengira saya orang kaya.
Kalau saya menjenguk orang-orang sekitar yang sakit, kalau saya menengok setiap bayi yang baru lahir di sekitar rumah saya, lalu saya memberi sedikit bingkisan sederhana, itu bukan berarti saya harus kaya dan punya mobil 'kan?
Kalau saya memberi sedikit tambahan rupee untuk sopir Rikshaw atau memberi sedikit kue untuk anak yang saya temui di dekat rumah, Bukan berarti saya harus kaya 'kan? Bukan berarti orang bisa dengan mudah pinjam uang 10.000 rupees (sekitar 1 juta dua ratus ribu rupiah).
Aneh memang.
Persepsi yang aneh lagi adalah
"Orang yang rajin bersalam-salaman (dekat dengan masyarakat) adalah orang yang mau running election"
Aneh memang persepsi ini. Kalau tidak ramah, nanti dikira sombong. Kalau rajin blusukan (menengok tetangga), menyalami orang-orang di jalan, tebar senyum, menyalami jamaah masjid, malah dikira mau running election, pemilihan anggota Dewan.
Mungkin ya, kalau ada pemilihan anggota dewan di Lahore, kemudian suami atau saya maju, mungkin kami menang. Untunglah, itu pasti tidak akan terjadi. Pasti.