Namanya Juga Pilihan Hidup
Saya saat ini sedang merasa berada di dunia yang aneh.
Banyak orang menyandarkan hidupnya pada "pilihan hidup".
Pilihan hidup menjadi simbol kebebasan.
Kebebasan seperti menjadi "Tuhan".
"Biarkan kami menikah sesama jenis....", kata mereka.
"Kami mau menikah, tapi tidak mau punya anak...", kata sebagian.
"Biarkan saja mereka, namanya juga pilihan hidup", sebagian orang membela.
"Mereka yang menjalaniny saja bahagia, mengapa kalian yang repot?", kata mereka.
Ah....
Benar-benar tak habis pikir saya.
Kemarin saya "mengobrol" dengan teman SMA saya. Perempuan itu sangat suka biologi. Dia menuntut ilmu biologi hingga Master, dan berencana menjadi Doctor.
"Setiap species secara alami akan mempertahankan kelangsungan hidup speciesnya, bahkan kalau bisa meningkatkan kualitas ras keturunannya. Homoseksual itu tidak alami. Yang alami adalah berpasangan dan (mencoba) mempunyai keturunan", begitu kata teman saya.
Senang sekali saya mendapat teman sependapat.
Tapi sedihlah saya, opini publik seakan-akan digiring untuk menyetujui apapun yang dilabeli "pilihan hidup", "kebebasan", dan lain-lain.
Perasaan fitrah; suka terhadap lawan jenis, suka mempunyai keturunan, sedang dibuat agar menjadi wawasan yang usang yang perlu dibuang.
Ah....
Kalau semua ingin berdasarkan "Namanya Juga Pilihan Hidup", saya tidak mampu membayangkan dunia macam apa yang kelak akan dihuni anak cucu saya.
Ooh...
Ya Allah, bimbinglah kami mendidik dan mengasuh keturunan-keturunan kami.....
Banyak orang menyandarkan hidupnya pada "pilihan hidup".
Pilihan hidup menjadi simbol kebebasan.
Kebebasan seperti menjadi "Tuhan".
"Biarkan kami menikah sesama jenis....", kata mereka.
"Kami mau menikah, tapi tidak mau punya anak...", kata sebagian.
"Biarkan saja mereka, namanya juga pilihan hidup", sebagian orang membela.
"Mereka yang menjalaniny saja bahagia, mengapa kalian yang repot?", kata mereka.
Ah....
Benar-benar tak habis pikir saya.
Kemarin saya "mengobrol" dengan teman SMA saya. Perempuan itu sangat suka biologi. Dia menuntut ilmu biologi hingga Master, dan berencana menjadi Doctor.
"Setiap species secara alami akan mempertahankan kelangsungan hidup speciesnya, bahkan kalau bisa meningkatkan kualitas ras keturunannya. Homoseksual itu tidak alami. Yang alami adalah berpasangan dan (mencoba) mempunyai keturunan", begitu kata teman saya.
Senang sekali saya mendapat teman sependapat.
Tapi sedihlah saya, opini publik seakan-akan digiring untuk menyetujui apapun yang dilabeli "pilihan hidup", "kebebasan", dan lain-lain.
Perasaan fitrah; suka terhadap lawan jenis, suka mempunyai keturunan, sedang dibuat agar menjadi wawasan yang usang yang perlu dibuang.
Ah....
Kalau semua ingin berdasarkan "Namanya Juga Pilihan Hidup", saya tidak mampu membayangkan dunia macam apa yang kelak akan dihuni anak cucu saya.
Ooh...
Ya Allah, bimbinglah kami mendidik dan mengasuh keturunan-keturunan kami.....