Antara "LAGAAN - SWADES" dan "3 IDIOTS - PK"
Maka, kesulitan terbesar saya ketika harus menonton film SWADES (2004) adalah bagaimana bisa "enjoy" menonton film ini selama 195 menit. Saya menontonnya bersambung-sambung, saya potong tiga bagian. Mengapa? Saya kurang telaten menonton film dengan alur cerita yang lambat. Butuh kesabaran untuk mengerti dan memahami, apa sebenarnya permasalahan yang ingin dipecahkan di film ini?
Nampaknya, Ashutosh Gowariker, sang sutradara dan penulis skenario, agak melupakan kenangan indah para penonton dengan filmnya terdahulu, yaitu LAGAAN (2001). Film dengan durasi 234 menit ini bisa membuat saya tetap duduk manis di depan laptop dan bisa menikmati ceritanya, bahkan terlalu "enjoy". Padahal film ini lebih panjang.
Ada apa dengan penulis skenario dan sutradara film ini. Film LAGAAN, dengan gagahnya bisa melenggang menjadi film India kedua yang mendapatkan nominasi Oscar. Film SWADES, saya saja susah menikmatinya. Penulisnya sama. Sutradaranya sama. Tapi mengapa cara bertutur kedua film ini tidak sama?
Andai saja, andai Ashutosh mau bersabar sedikit saja, kembali merevisi kembali, merevisi kembali naskah skenario film ini, mungkin... mungkin film ini bisa lebih baik. Paling tidak, bisa saya nikmati dengan tenang. Sebuah film perlu membangun karakter yang kuat tokoh-tokohnya. Mohan (Sakh Rukh Khan) diceritakan sebagai orang kaya, orang pintar (bekerja di NASA) yang pemikiran dan gaya hidupnya sudah seperti orang Amerika. Nah, di bagian ini, karakter Mohan - menurut saya - kurang kuat. Seharusnya lebih ditonjolkan sisi-sisi konflik kepribadian dia dengan tokoh-tokoh desa saat datang ke desa Charanpur. Tokoh Gita (Gayatri Joshi) pun menurut saya kurang kuat. Penulis skenerio ingin menggambarkan dia sebagai wanita yang berpendidikan tapi teguh memegang tradisi, tapi menurut saya, penulis skenario kurang sukses menokohkan Gita.
Tiga tahun, dari tahun kemenangan LAGAAN sampai akhirnya SWADES lahir, adalah waktu yang terburu-buru untuk sebuah film dengan impian-impian pesan moral yang sebagus SWADES. Ditambah lagi, penempatan lagu di film ini kurang pas dan kurang mendukung film SWADES.
Ashutosh memegang nama besar, saat film LAGAAN (dengan bintangnya Aamir Khan) melenggang di nominasi Oscar. Mengingat baru ada dua film India yang masuk nominasi Oscar (yang pertama adalah MOTHER INDIA, tahun 1957), maka saya menaruh harapan besar pada Ashutosh Gowariker. Apalagi dia menggaet superstar India, Sakh Rukh Khan. Saya rasa, saya berhak berharap. Namun, harapan indah terkadang memang harus terkubur karena "keterburu-buruan". Dalam hal ini, saya menyesalkan Ashutosh, sebagai pimpinan tim penulis skenario. Untung, film ini bagus secara moral dan juga bagus musiknya, jadi saya sedikit terhibur alunan musik karya AR Rahman.
Saya jadi teringat Professor Abhijat Joshi, penulis skenario kesayangan saya. Saya menganggap tahun kemenangan Prof. Abhijat adalah tahun di mana 3 IDIOTS lahir (2009). Film ini adalah film yang membuka mata saya, "oh, ada lho film India yang bagus". Sekedar informasi, saya menonton 3 IDIOTS terlebih dahulu, baru saya mencari file film LAGAAN dan SWADES. Professor Abhijat, karena kepandaiannya di bidang bahasa, maka saya menikmati seluruh dialog di film 3 IDIOTS. Skenario karya Prof. Abhijat mampu memperkuat karakter tokoh-tokohnya, mampu memaparkan masalah dengan alur begitu cepat, dan sangat menarik!. Kemampuan bercerita sang Professor ditampung dengan sangat bagus oleh sang sutradara, Rajkumar Hirani. Hasilnya? Sebuah film yang luar biasa. Saya suka. Saya menontonnya berulang-ulang. Saya terinspirasi. Saya bahkan mau belajar bahasa Hindi melalui dialog-dialog film ini.
Lima tahun kemudian, tahun 2014, sang Professor dan Rajkumar Hirani kembali berduet dalam film, lahirlah PK, film yang akhirnya "nangkring" dengan sangat indah di posisi pertama Highest-Grossing Indian Film. Skenario PK ditulis sangat bagus, dialog-dialognya sangat menarik, sehingga 153 menit pun tak terasa. Sama seperti 3 IDIOTS, 171 menit tidak terasa membosankan. Saya yakin, sebuah karya yang bagus tidak pernah lahir dari keterburu-buruan. Lima tahun adalah waktu yang pas, untuk level penulis skenario handal, untuk bisa "mengatur nafas" dari satu karya ke karya berikutnya. (Kalau penulis skenario belum handal harusnya lebih tahu diri).
Memang dalam film, skenario bukanlah satu-satunya yang utama. Visualisasi, musik, penghayatan karakter, kostum, make up, semua mendukung terlahirnya film yang bagus. Namun, sebagai pondasi utama sebuah film, maka skenario haruslah benar-benar dipegang untuk direvisi, revisi, revisi lagi, hingga benar-benar menjadi yang pas. Bahkan skenario yang sudah pas pun masih bisa mungkin diubah saat produksi filmnya, pantas tidak, perlu tidak dialog ini ada, adegan ini ada. Misalnya.
Oh, film kesayangan saya LAGAAN, 3 IDIOTS, dan PK sama semua tokoh utamanya. Jangan-jangan, faktor Aamir Khan berpengaruh juga. Memang sih, meski Sakh Rukh Khan masih lebih populer dibanding Aamir Khan, tapi saya lebih suka akting Aamir Khan.
- saya tulis khusus untuk seorang kawan yang ingin tahu pendapat saya tentang film SWADES -