Lelaki Seribu Senyum
"Miss Isti, saya tidak suka kebiaasaan Anda?, kata seorang kawan Pakistani
"Why? Ada yang salah dengan saya?"
"Mengapa Anda selalu senyum-senyum, bertemu setiap orang bersalaman, menyapa semua orang?"
"Itu sangat bagus, bukan?"
"No. Itu sangat tidak bagus. Lihat saya. saya berjalan lurus saja, tidak menoleh-noleh, tidak say hello - say hello. Saya bicara dengan orang seperlunya saja".
Saya tercengang.
Saya, selama tiga tahun, mengamati kebiasaan wanita-wanita Pakistan. Mereka lebih susah senyum dibanding pria-pria Pakistan. Namun pria-pria Pakistan pun saya nilai lebih susah senyum dibanding pria-pria Indonesia.
Saya merasa ada sesuatu yang keliru di negara ini.
Namun, satu contoh menyangkal semua pengamatan saya.
Dialah lelaki seribu senyum. Lelaki ini duduk di belakang mesin penggiling gandum. Selalu berhenti bekerja di setiap waktu sholat. Jika bertemu orang, senyumnya selalu terhias. Hidupnya tampak sungguh indah.
Lelaki seribu senyum. Saya dan suami saya tidak mengenal namanya. Tapi kami mengenal senyumnya.
Mashaallah
"Why? Ada yang salah dengan saya?"
"Mengapa Anda selalu senyum-senyum, bertemu setiap orang bersalaman, menyapa semua orang?"
"Itu sangat bagus, bukan?"
"No. Itu sangat tidak bagus. Lihat saya. saya berjalan lurus saja, tidak menoleh-noleh, tidak say hello - say hello. Saya bicara dengan orang seperlunya saja".
Saya tercengang.
Saya, selama tiga tahun, mengamati kebiasaan wanita-wanita Pakistan. Mereka lebih susah senyum dibanding pria-pria Pakistan. Namun pria-pria Pakistan pun saya nilai lebih susah senyum dibanding pria-pria Indonesia.
Saya merasa ada sesuatu yang keliru di negara ini.
Namun, satu contoh menyangkal semua pengamatan saya.
Dialah lelaki seribu senyum. Lelaki ini duduk di belakang mesin penggiling gandum. Selalu berhenti bekerja di setiap waktu sholat. Jika bertemu orang, senyumnya selalu terhias. Hidupnya tampak sungguh indah.
Lelaki seribu senyum. Saya dan suami saya tidak mengenal namanya. Tapi kami mengenal senyumnya.
Mashaallah