Diary Cucu Lucu Part 2 : Roda Kereta Nggak Kempes!

Mas Abrar dan Dik Arifa hobi sekali lari-lari di dalam rumah. Mereka berlari dari ruang tamu hingga dapur, bolak-balik, bolak-balik, sambil bercanda. Hal yang membuat Ummi khawatir adalah mereka kadang dari arah berlawanan, sehingga potensial tabrakan. Tentu saja berbahaya, karena mereka lari kencang. Semakin dilarang, semakin lari-larilah mereka, dan tertawanya semakin riang gembira.

Seperti sore itu, Mas Abrar dan Dik Arifa sedang bermain lari-lari di dalam rumah sambil pura-pura menjadi kereta. "Tuuuut...... tuuuut...... tuuuuut....., ada keleta...... ada keletaaa......", seru Mas Abrar. Dik Arifa tertawa-tawa, sambil mengikuti kakaknya. Seru sekali. Istilah Jawanya "guyonane mateng", becandanya seru sekali. Seisi rumah khawatir, karena mereka berlari kencang dari arah berlawanan.

"Sampuuun.... sampuuuun", kata Mbahti. Sudah-sudah. Tapi nggak mempan. Tetap lari-lari.
"Naaak..... udah dooong lari-larinya, Mas Abrar dan Dik Arifa belum pada bobo siang loooh.... Nggak boleh lari-lari begitu....", Ummi khawatir, karena biasanya kalau belum tidur siang, konsentrasi anak-anak tidak 100 %. Kadang sedang jalan santai saja, pernah kejedot dan tersandung. Tapi badannya dipegang, lepas lagi. Nggak mempan juga, "kereta" tetap melaju riang.

Seisi rumah ikut berteriak "sudaaah..... sudaaah.....".
Kakak Nadia yang sedang mencuci piring ikut berteriak, "Maaas Abraaaaaaaaar..... sudah dooong...."
"Nggak", kata Mas Abrar, "tuuuut............ tuuuut...........tuuuut...... keletaaa....."
"Mas, roda keretanya kempes, berhenti doong.............!", kata kakak Nadia
"Loda keleta kan dali besi, nggak kempes dong!", Mas Abrar berhenti melaju, meralat kalimat kakak nadia, kemudian melaju lagi riang.

Hahahahaha, kakak Nadia nggak berhasil membohongi. Mas Abrar 'kan punya buku tentang kereta dan sering melihat kereta, jadi tahu kalau roda kereta tidak sama dengan roda sepeda, motor, atau mobil. Hehehehe.

Soal permainan lari-lari, perlu ada yang menjadi "polisi" untuk menjaga lalu lintas agar Mas Abrar dan Dik Arifa tidak senggolan apalagi tabrakan. Kalau sudah capek, atau digoda dengan hal yang lebih menarik, barulah mereka berhenti bermain lari-lari. Begitu jurusnya.