Pesan Moral Secangkir Chai

Chai adalah minuman rakyat Pakistan (juga India). Bagi mereka, pagi tidak lengkap tanpa Chai. Chai adalah minuman teh hitam yang dicampur dengan susu saat merebusnya, ditambah gula sesuai selera. 

Bagi saya, tiga tahun lalu, teh poci Tegal jauh lebih nikmat dibanding Chai. Namun berkat sering berkunjung ke rumah-rumah orang Pakistan dan selalu disuguhi Chai, maka saya pun kini merasakan Chai  adalah bagian dari hidup saya. 

Saya pun kini menjadi pemerhati Chai. Chai di rumah Mr. X rasanya berbeda dengan Chai di rumah Mrs. Y. Di rumah Bhaji X rasa Chainya juga berbeda dengan rasa chai di rumah Bhai Y. Selain soal si pembuat, ada hal-hal lain yang membuat rasa chai berbeda-beda yaitu merk teh, merk susu, kadar air, kadar susu, kadar teh, dan kadar gula. Saya mulai memahami hal tersebut dan hampir setiap pagi saya membuat chai terbaik sesuai selera saya dan suami saya.

Suatu hari kami pergi ke taman, di suatu musim dingin. 
"Wah, sepertinya enak nih minum chai. Saya sudah pernah merasakan chai di restoran pinggir jalan, sekarang ingin merasakan chai di taman!"

Saya memesan dua cangkir chai. Walhasil, saya marah-marah kepada diri saya senidri.
"Bagaimana ini, orang Pakistan kok tidak bisa membuat chai!"

Kawan, chai di taman itu, hanya susu yang direbus sampai mendidih, kemudian dicelupkan teh celup hitam dan diberi gula sedikit. "Ini melanggar tradisi per-chai-an!", menurut saya.

Sampai rumah, saya langsung membuat dua cangkir chai. Pertama air harus direbus dahulu sampai mendidih, kemudian dicampur teh sampai air mencoklat. Tuangkan susu dan gula, aduk-aduk terus sampai mendidih. Jika sudah mendidih dan campuran itu hendak tumpah, kecilkan api, dan aduk-aduk sampai beberapa saat, baru dituang ke cangkir. Itu yang saya pahami dari kuliah membuat chai yang disampaikan oleh tetangga saya.

Saya menghidangkan chai kepada suami saya, sambil mengatakan:
"Ini the best chai in the world!"

Kemudian suami dan saya meminumnya. Tak lama kemudian, kami berdua serempak memuntahkan chai. 

"Kok seperti ini rasaya?", tanya saya retoris

"Aaaah....lupa belum diberi gula"


Jadi, pesan moral dari secangkir chai adalah jangan membanggakan diri dan mencela orang lain.




Epilog :

Di kemudian hari saya tahu bahwa di zaman orang makin sibuk dan menginginkan kepraktisan, ditemukan pula cara menikmati chai yang lebih praktis. Misal, saya pernah menemukan minuman doodhpatti instan. Ini adalah campuran susu bubuk, gula, dan rasa teh dalam satu kemasan. Tinggal tuang air panas, selamat menikmati chai. 

Selain itu, saya mengamati di klinik dokter gigi saya. Dokter-dokter saya, di sore hari di musim dingin, tepat pada saat saam ka khana atau tea time, asisten dokter gigi sekejap berubah menjadi pelayan chai. Dia merebuskan air di teko listrik, kemudian menuangkan dalam cangkir, menambahkan teh celup hitam, dan susu bubuk serta gula. Cara ini sangat praktis, karena hanya harus mencuci cangkir dan sendok. Bandingkan jika membuat chai secara tradisional, kita butuh panci, irus, saringan, kompor, dan tentu saja cangkir dan sendok.

Jadi, meskipun menurut saya cara praktis itu melanggar tradisi per-chai-an, namun tak mengapa...demi terpenuhinya hasrat minum chai.