Mother India, Maryamah Karpov, dan Film Perempuan

Sejenak berjalan ke tahun 1957. 

Industri film India, untuk pertama kalinya, membuka mata dunia. Sebuah film berbahasa Hindi berjudul Mother India mendapatkan nominasi penghargaan Oscar untuk kategori film berbahasa asing. Film yang disutradarai oleh Mehboob Khan ini menampilkan sosok perempuan India yang tangguh di tengah penderitaan, menjaga harga diri meski tak ada harapan akan kehidupan, pekerja keras, dan sosok ibu yang bertanggung jawab kepada anak-anak dan mertuanya.

Menonton film berdurasi 172 menit ini membutuhkan banyak tenaga. Radha (diperankan oleh Fatima Rashid, yang dikenal dengan nama panggung Nargis) memerankan banyak adegan bekerja di ladang dan tugas mengurus rumah tangga. Kita akan disajikan pemandangan Radha dengan pakaian sarinya, juga perhiasan-perhiasan khas perempuan India, yang lagi-lagi mencangkul, lagi-lagi mencangkul, menarik sapi untuk membajak ladangnya yang kekurangan air, kemudian memanen, memetik yang bisa dipetik, kemudian pulang ke rumah menimba air, memasak, menyuapi anak-anak, mengurus mertuanya yang sudah tua, dan rangkaian adegan ditutup dengan ia memijiti suaminya - yang juga kelelahan - sambil ia terkantuk-kantuk. Saya membayangkan, usai syuting, pastilah ibu dari Sanjay Dutt ini benar-benar kelelahan. Apalagi kalau sedang adegan mencangkul, kemudian "cut! ulang!". Hehehe.

Permasalahan yang diangkat dalam film ini berawal dari pernikahan Radha dengan Shamu. Pernikahan digelar dengan sangat mewah untuk ukuran orang desa. Kereta-kereta sapi berarak-arak membawa penduduk desa menyeberangi desa lain. Namun, ternyata pernikahan itu dimodali dengan uang pinjaman Ibu Shamu ke rentenir desa. Di situlah masalah bermula. Panen lagi, panen lagi, tapi sebagian besar hasil panen untuk mencicil mengembalikan uang pinjaman. Hingga konflik memuncak, Shamu minggat karena malu setelah tangannya terpotong akibat musibah, Ibu Shamu meninggal, anak-anak Radha satu per satu meninggal kelaparan dan penyakitan. Penduduk desa berboyong-boyong pindah kampung, karena kampungnya tidak lagi bisa menghasilkan panen. Derita bertemu derita. Tinggallah Radha dan dua anaknya yang masih hidup. Masalah demi masalah menemukan titik seselai, dengan kematian rentenir karena dibunuh salah satu anak Radha. Radha marah, dan kemarahannya mendorong dia membunuh anaknya. Derita menghantui. Namun akhirnya perlahan kampung Radha membaik, tidak ada rentenir, tidak ada anak Radha yang suka membuat onar.

Gelap. Saya mengkategorikan film ini sebagai dark movie. Meskipun akhirya kondisi kampung membaik, tapi itu harus dibayar dengan pembunuhan. Saya sedih. Tapi, namanya juga film.

Namun, karena film itu sangat mengesankan dan masuk nominasi Oscar, maka saya berandai-andai, jika saja ada film tentang perempuan bersetting di Indonesia. Saya teringat salah satu tokoh Maryamah Karpov di novel Andrea Hirata.

Apa yang bagus dari film Mother India?

1. Cerita

Alur mundur di ambil film ini. Pertama penonton akan melihat Radha di usia tua, dengan make up yang sangat pas! Kemudian adegan beralih pada hari pernikahan Radha. Selanjutnya alur maju. Film yang saya suka adalah film yang ceritanya fokus pada masalah yang ingin ditampilkan. Klimaks yang berkali-kali membuat film ini mengaduk-aduk emosi penonton.

2. Make up

Saya suka make up film ini. Pas menggambarkan kehidupan petani.

3. Musik

Pada zaman itu, bisa membuat musik sehebat film Mother India, patut diacungi jempol.

4. Nilai moral

Meski film ini film India, tapi tidak ada adegan ciuman bibir. Film ini juga menggambarkan perempuan yang tangguh bukan hanya karena terjepit, menurut pada suami bukan karena terpaksa. Film ini juga secara cantik menyindir tradisi perkawinan dengan biaya mengada-ada, tradisi join family, dan transaksi riba.

Film ini membantah bahwa perempuan hanya tubuhnya yang dibutuhkan. Kecerdasan juga perlu.

Ah, sebenarnya banyak sekali yang ingin saya tulis.
Salut sekali dengan film ini.

Semoga, suatu saat, Maryamah Karpov karya Andrea Hirata bisa difilmkan dengan skenario yang jauh lebih bagus dari Mother India.

Hopefully.