PhD : Mikir Jauh
Saya punya teman dari Indonesia, tinggal di Islamabad. Sama-sama punya anak kecil, ngobrolah kami tentang pendidikan anak.
Saya : Mba, saya selama di Pakistan, kalo bisa tidak menyekolahkan anak ke sekolah yang namanya Islami banget.
Teman : Kenapa?
Saya : Ada kan sekolah Dar-el Arqam. Itu bagus kata orang-orang. Tapi kan saya orang Indonesia. Nanti di CV anak-anak saya, wah, pernah sekolah di Dar el Arqam, Pakistan pula. Wah, apa yang dia pelajari sejak kecil di sana? Nah, nanti ini bisa dijadikan alat serang oleh lawan-lawan politiknya.
Teman : Mikirnya jauh amat.
Saya : Lho, saya kan nggak tahu, "muyul" anak saya dimana kelak. Mungkin ingin jadi elite politik? Atau Presiden? Siapa yang tahu? Coba lihat Jokowi, cuma gara-gara mata sipit, dibikinkan hoax dia Cina, Kristen, dan sebagainya.
Teman : Jauh banget mikirnya.
Saya : Harus itu.....!
Hihihi.
Hey, Abrar dan Arifa, kelak kalian mau jadi apa? Ummi sudah nyicil mempersiapkan yang terbaik.
Saya : Mba, saya selama di Pakistan, kalo bisa tidak menyekolahkan anak ke sekolah yang namanya Islami banget.
Teman : Kenapa?
Saya : Ada kan sekolah Dar-el Arqam. Itu bagus kata orang-orang. Tapi kan saya orang Indonesia. Nanti di CV anak-anak saya, wah, pernah sekolah di Dar el Arqam, Pakistan pula. Wah, apa yang dia pelajari sejak kecil di sana? Nah, nanti ini bisa dijadikan alat serang oleh lawan-lawan politiknya.
Teman : Mikirnya jauh amat.
Saya : Lho, saya kan nggak tahu, "muyul" anak saya dimana kelak. Mungkin ingin jadi elite politik? Atau Presiden? Siapa yang tahu? Coba lihat Jokowi, cuma gara-gara mata sipit, dibikinkan hoax dia Cina, Kristen, dan sebagainya.
Teman : Jauh banget mikirnya.
Saya : Harus itu.....!
Hihihi.
Hey, Abrar dan Arifa, kelak kalian mau jadi apa? Ummi sudah nyicil mempersiapkan yang terbaik.