Bapakku Hebat (3)
(Cerita ini diambil dari kumpulan kisah manis (kukis) "Bapakku Hebat"; kado milad Bapakku yang ke 67. Kumpulan kisah ini aku cetak cuma 2 eksemplar. Satu buat Bapakku & keluargaku. Satunya lagi buat aku. Hehe. Nah, inilah kukis -3)
Nonton Kuda
”Ayo kita hitung kudanya...!”
Masa kanak-kanak adalah masa bermain dan bersenang-senang. Tak boleh ada beban yang menggelayut pikirannya. Gembirakanlah mereka!
Begitulah Bapak.
”Ayo kita hitung kudanya...!”
Masa kanak-kanak adalah masa bermain dan bersenang-senang. Tak boleh ada beban yang menggelayut pikirannya. Gembirakanlah mereka!
Begitulah Bapak.
Sepulang kerja, Bapak akan memanggil saya, Mas Budi, dan Mas Dwi. Jadwal rutin sore di rumah adalah bersiap-siap menonton kuda. Tepatnya, dokar-dokar yang berseliweran di jalan raya.
Saya membonceng Bapak di belakang, dengan kaki diikat selendang kecil di bawah sadel sepeda onta. Mas Budi duduk di atas glogor, sambil bertugas membunyikan kriningan sepeda. Mas Dwi, karena sudah agak besar, mengendarai sepeda jengki. Kakinya terulur-ulur ke bawah dengan agak susahnya karena belum terlalu cukup untuk duduk di atas sadel.
Perjalanan rumah ke jalan raya hanya sekitar 10 menit. Setiba di jalan raya, kami duduk di tempat yang sudah menjadi tongkrongan favorit, yaitu depan toko kelontong di bawah jembatan atau di depan toko Seng Leen, toko kain milik orang China.
Setelah puas menonton kuda dan menghitung berapa jumlah kuda putih, kuda hitam, dan kuda coklat, kami pulang. Tak lupa, Bapak membelikan permen Davos dan Cocorico.
Sederhana, tapi sangat mewah untuk dikenang.
Berapakah Bapak jaman sekarang yang sempat bermain-main dengan anak-anak selepas pulang kerja? #
(Keterangan: nyang nggambar ntuh gambar, Neqy, adikku+sobatku nyang baik hati. syukron ya)