Bapakku Hebat (6)
(Cerita ini diambil dari kumpulan kisah manis (kukis) "Bapakku Hebat"; kado milad Bapakku yang ke 67. Kumpulan kisah ini aku cetak cuma 2 eksemplar. Satu buat Bapakku & keluargaku. Satunya lagi buat aku. Hehe. Nah, inilah kukis -6)
Keretanya Panjang Sekali...
Pada hari libur kuturut Ayah ke kota
Naik kereta api kududuk di muka
Ku duduk samping Masinis yang sedang bekerja...
Libur sekolah adalah saat yang ditunggu-tunggu. Saya menduga-duga, apakah liburan ini akan sama dengan hari minggu biasanya. Apakah liburan ini saya hanya bermain rumah-rumahan di halaman. Atau, apakah liburan ini saya bisa melihat sesuatu yang baru. Saya terus bertanya-tanya, sampai kemudian Bapak memberikan pengumuman: ”Kita akan pergi naik kereta melihat kota!”
Lantas pertanyaan selanjutnya adalah apakah hanya yang kecil-kecil yang boleh ikut atau yang besar-besar juga? Bapak mengatakan semua akan pergi bersama. Artinya, kedelapan kakak saya pun ikut.
Senang sekali hari itu. Saya memakai baju kodok ungu, Mas Budi memakai baju kodok kuning. Baju kembar, hanya beda warna. Beberapa kakak saya juga memakai baju kembar, misalnya kakak nomor 5 berbaju kembar dengan kakak nomor 6.
Sambil menunggu kereta datang, kakak yang besar-besar memilih duduk di ruang tunggu stasiun. Sementara yang kecil-kecil memilih untuk berlari-lari, bolak-balik. Kemudian datanglah dua kareta berlawanan arah. Saya secepatnya berlari mendekati rel.
Wuaaah....keretanya panjang sekali. Ujungnya tidak kelihatan. Saya menyampaikan kekaguman saya kepada Bapak saya, sambil bergelayut menggapai jari-jarinya.
”Bapak... keretanya panjang sekali...” Saya mengatakan itu berkali-kali, menunggu respon Bapak. Tidak terdengar sepatah pun dari Bapak saya. Malah yang ada Bapak mencoba melepas pegangan saya. Sementara, di belakang terdengar suara cekikikan, tawa kakak-kakak.
Saya mendongakkan kepala ke arah wajah pria yang tinggi menjulang. ”Bukan Bapaaaak.....,” teriak saya sambil berlari.
Bersamaan dengan itu, dua kereta yang tadi berhenti kembali melanjutkan perjalanan. Di peron seberang, saya melihat Bapak masih berbincang-bincang dengan rekan kerjanya. Seragam yang dikenakan orang yang tadi saya pegang-pegang memang sama dengan seragam yang Bapak kenakan. Saya malu luar biasa.
Bapak mengetahui kejadian itu. Bapak kemudian memperkenalkan saya dengan orang yang tadi saya sangka ”Bapak”.
Tak lama kemudian, kereta yang kami tunggu datang. Kakak yang besar-besar duduk di gerbong penumpang. Saya mendapat tempat yang sangat istimewa, di lokomotif! Saya bisa melihat rel yang dari kejauhan tampak sempit sekali, tapi ternyata melebar setelah kereta mendekat.
Liburan yang luar biasa!
Tapi saya menggumam lirih...
”Bu Guru, liburannya diperpendek saja... Saya ingin segera menceritakan pengalaman di depan kelas.”
#tq bwt NQ yg udh ngegambar...
Keretanya Panjang Sekali...
Pada hari libur kuturut Ayah ke kota
Naik kereta api kududuk di muka
Ku duduk samping Masinis yang sedang bekerja...
Libur sekolah adalah saat yang ditunggu-tunggu. Saya menduga-duga, apakah liburan ini akan sama dengan hari minggu biasanya. Apakah liburan ini saya hanya bermain rumah-rumahan di halaman. Atau, apakah liburan ini saya bisa melihat sesuatu yang baru. Saya terus bertanya-tanya, sampai kemudian Bapak memberikan pengumuman: ”Kita akan pergi naik kereta melihat kota!”
Lantas pertanyaan selanjutnya adalah apakah hanya yang kecil-kecil yang boleh ikut atau yang besar-besar juga? Bapak mengatakan semua akan pergi bersama. Artinya, kedelapan kakak saya pun ikut.
Senang sekali hari itu. Saya memakai baju kodok ungu, Mas Budi memakai baju kodok kuning. Baju kembar, hanya beda warna. Beberapa kakak saya juga memakai baju kembar, misalnya kakak nomor 5 berbaju kembar dengan kakak nomor 6.
Sambil menunggu kereta datang, kakak yang besar-besar memilih duduk di ruang tunggu stasiun. Sementara yang kecil-kecil memilih untuk berlari-lari, bolak-balik. Kemudian datanglah dua kareta berlawanan arah. Saya secepatnya berlari mendekati rel.
Wuaaah....keretanya panjang sekali. Ujungnya tidak kelihatan. Saya menyampaikan kekaguman saya kepada Bapak saya, sambil bergelayut menggapai jari-jarinya.
”Bapak... keretanya panjang sekali...” Saya mengatakan itu berkali-kali, menunggu respon Bapak. Tidak terdengar sepatah pun dari Bapak saya. Malah yang ada Bapak mencoba melepas pegangan saya. Sementara, di belakang terdengar suara cekikikan, tawa kakak-kakak.
Saya mendongakkan kepala ke arah wajah pria yang tinggi menjulang. ”Bukan Bapaaaak.....,” teriak saya sambil berlari.
Bersamaan dengan itu, dua kereta yang tadi berhenti kembali melanjutkan perjalanan. Di peron seberang, saya melihat Bapak masih berbincang-bincang dengan rekan kerjanya. Seragam yang dikenakan orang yang tadi saya pegang-pegang memang sama dengan seragam yang Bapak kenakan. Saya malu luar biasa.
Bapak mengetahui kejadian itu. Bapak kemudian memperkenalkan saya dengan orang yang tadi saya sangka ”Bapak”.
Tak lama kemudian, kereta yang kami tunggu datang. Kakak yang besar-besar duduk di gerbong penumpang. Saya mendapat tempat yang sangat istimewa, di lokomotif! Saya bisa melihat rel yang dari kejauhan tampak sempit sekali, tapi ternyata melebar setelah kereta mendekat.
Liburan yang luar biasa!
Tapi saya menggumam lirih...
”Bu Guru, liburannya diperpendek saja... Saya ingin segera menceritakan pengalaman di depan kelas.”
#tq bwt NQ yg udh ngegambar...