Phd : Gara-Gara Nol Tiga

Saya punya warung langganan. Pemilik warung sangat baik dan pandai bahasa Inggris. Unce Aslam namanya. Kalau Uncle ke kantor atau mengantar putrinya ke kampus, maka istrinyalah yang jaga warung, Auntie Sada. Auntie belum lancar berbahasa Inggris, tapi tahu sedikit-sedikit. Usai belanja, biasanya kami mengobrol sebentar. Awal pertemuan kami, sekitar dua tahun lalu, Auntie bertanya tentang Indonesia. Salah satunya tentang mata uang Indonesia.

Auntie : Apa nama mata uang Indonesia?
Saya  : Rupiah, Auntie
Auntie : Satu Pakistan Rupee berapa di Indonesia.
Saya : Sekitar seratus rupiah.(sambil menulis di kertas 1 rupee = 100 rupiah)
Auntie : So, Hamara Power, Aap Lost! (Kami kuat, kamu kalah)
Saya :  Tidak Auntie, Ekonomi Indonesia lebih baik dari Pakistan.
Auntie : Kamu bisa jadi rich people kalau bawa Pakistan Rupee ke Indonesia.
Saya : Tidak juga Auntie.....ini coklat harganya 10 Rupee. Di Indonesia, coklat seperti ini harganya 1000 rupiah.
Auntie : (Belum paham) Hamara Power, Aap Lost.
Saya : (Bingung menjelaskan) Di Indonesia harga-harga lebih mahal dari Pakistan. Jadi saya tidak akan jadi rich people kalau bawa rupee ke Indonesia.
Auntie : (Masih melihat tulisan saya tentang sambil geleng-geleng) Hamara power! Hamara power!
Saya : Auntie, insyaAllah nanti saya jelaskan ke Uncle saja.

Saya pulang. Uh, Gara-gara nol di rupiah terlalu banyak.