PhD: Mie Penghormatan

Ceritanya, kami berkunjung ke rumah teman di luar kota, Sargodha. Agendanya : silaturahim ke rumah teman suami dan datang ke pernikahan teman saya.\

Lahore - Sargodha ditempuh sekitar dua setengah jam dengan bus Daewoo. Agenda pertama, silaturahim ke teman suami.

Kami disambut hangat oleh seisi rumah. Makanan pun dihidangkan: Mie rebus. Saya cicipi. Saya tidak komentar apa-apa selain mengucapkan banyak terimakasih.

Sepulang dari rumah teman, saya menanyakan soal hidangan ke suami saya. Apakah tadi merasakan ada yang beda dengan mie rebus yang dihidangkan? Oh, ternyata sama, kami merasakan hal yang sama : Mie tawar!!! Sekali lagi, tawar!

Aih, saya jadi membayangkan musyawarah yang terjadi dalam keluarga teman suami sebelum kami datang. Mungkin ini percakapannya:

Teman : Keluarga Baskoro mau datang!
Keluarga : Wah, kita harus masak.
Teman : Betul, kita harus menghormati tamu dari jauh.
Keluarga : Tapi masak apa? Orang Indonesia sukanya apa?
Teman : Baskoro suka sekali Mie
Keluarga : Ya sudah, kita masak Mie Maggi atau Knor.
Teman : Tapi Baskoro tidak suka pedas.
Keluarga: Ya sudah nanti kita pisah bumbunya.
Teman : Tapi bumbu mie kita kan rasa "masala", itu pedas juga.
keluarga : Ya sudah pakai garam dan lada hitam dipisah.

Dan.....jreeeeeng...tralala.... Terhidanglah mie rebus tanpa air yang benar-benar tawar.

Kawan, tapi ini sungguh "Mie Penghormatan", dimasak dengan penuh pengharapan kami senang. Maka, kami memakannya dengan menaburkan garam dan lada hitam, dan lagi menaburkan lada hitam dan garam.

Sungguh, kalau ini bukan "Mie Penghormatan", maka saya sudah membawanya kembali ke dapur, dicampur telor dan bumbu sehingga menjadi martabak mie yang lezat.

Tapi, dikasih makan aja untung! Pake ngrepotin pinjem dapur....hahahaha.