Anca dan Pembantu yang Baik

Baru-baru ini saya terkesan dengan serial komedi "Malam Minggu Miko" yang ditulis, diproduseri, diperankan, dan disutradarai oleh Raditya Dika. Selain serial, Raditya Dika juga membuat versi movienya "Cinta Dalam Kardus" dan "Malam Minggu Miko Movie".

Pemeran yang membuat saya terkesan bukanlah Miko, Ryan, apalagi Dovi. Saya terkesan dengan Anca, si pembantu. Anca ini seorang lelaki bujang yang diceritakan sangat baik, sangat 'ngabdi' kepada Miko dan teman kontrakannya (Ryan atau Dovi). 

Terkesan dengan Mas Anca, tiba-tiba saya teringat dua pembantu saya di Indonesia, sebut saja Mbak Anci (pembantu waktu di rumah Duren Sawit) dan Mbak Ance (pembantu saat sudah pindah di rumah Cimanggis).

Mbak Anci dan Mbak Ance bekerja hanya sekitar dua jam : cuci - gosok - nyapu - dan ngepel. Sisa waktunya, mereka bekerja di tempat lain, yang saya kenal siapa majikannya.

Majikan lain tempat Mbak Anci dan Mbak Ance bekerja sering melaporkan bahwa mereka tidak bagus orangnya.

"Masak sih?", saya malah balik bertanya.

Selain memperkerjakan Mbak Anci dan Mbak Ance, saya juga memperkerjakan suami mereka. Suami mereka sama profesinya, tukang. Suami Mbak Anci tukang bangunan, pintar mengecat rumah dan membetulkan jendela yang pecah. Suami Mbak Ance lebih dari sekedar tukang bangunan, karena semua kerusakan-kerusakan di rumah bisa diperbaiki : dari soal bangunan, elektronik, sampai masalah saluran-saluran mampet. (Berbeda dengan di rumah Pakistan, para tukang hanya punya satu keahlian, jadi harus tahu banyak jaringan tukang).

Saya merasa beruntung mendapatkan Mbak Anci dan Mbak Ance, karena mereka "baik dan jujur". Meski tidak seteladan Mas Anca, tapi dengan awetnya Mbak Anci dan Mbak Ance bekerja di saya, membuat mereka patut dikenang. Perpisahan saya dengan Mbak Anci dan Mbak Ance hanya karena saya pindah rumah, dari Jakarta Timur ke Depok, dari Depok ke Lahore. Perpisahannya bukan karena masalah kinerja mereka.

Makanya, saya sedih mendengar cerita kawan-kawan yang susah mendapatkan pembantu yang baik. Apakah sebegitu langkanya ya pembantu yang baik dan jujur?

Sebenarnya. Mbak Anci dan Mbak Ance nggak teladan-teladan sekali sih. Misal, Mbak Anci itu sepanjang bekerja selalu menyanyi dengan suara yang sangat biasa. Apa yang dia dengar, dia tirukan. Misal ada odong-odong lewat dengan lagu "Sepeda Baru", maka Mbak Anci menyanyi "Sepeda Baru" terus. Dia akan berganti lagu saat odong-odong berikut lewat dengan lagu "Hai Becak", maka Mbak Anci akan menyanyi "Hai Becak". Akibatnya, saya jadi suka ikut-ikutan Mbak Anci, cuma berbeda gaya. Ada penjual lemang tapoi lewat, saya ikut teriak "Lemang tapoooooooi....". Ada Pakdhe yang jualan lauk lewat, saya jadi ikut-ikutan "Bihun-bihun..., orek-orek...., sop ayam-sop ayam....".

Mbak Ance misalnya, dia itu "sok pintar".
"Mbak, kalau beresin, tolong diklasifikasikan ya, mana mainan anak-anak, mana toples-toples yang masih ada makanannya. Soalnya anak-anak suka bawa peralatan dapur buat mainan."
"Beres, Bu...", kata Mbak Ance.

Anak-anak saya waktu itu belum bisa diajak beres-beres mainan dan saya tidak punya waktu membereskan mainan.

Kata "Beres, Bu..." dari Mbak Ance memang benar, semua beres. Tapi yang ada saya mengadu ke suami.

"Mbak Ance tuh gimana sih, katanya beres, beres Bu. Tapi coba ini, bumbu tetep saja ditaruh di box mainan, terus ini apa, biskuit masih banyak ditaruh di dus barang bekas", saya mengadu pada suami.
"Kalau Mbak Ance pinter mengklasifikasikan, nggak bakalan Mbak Ance jadi pembantu, Dia akan kuliah, terus jadi Bu Ance", kata suami saya.

Benar juga ya. Jadi yang terjadi adalah, saya "momong pembantu": mengarahkan, mengingatkan, dan berbuat baik kepada dia. Alhamdulillah dia baik, tidak pernah mencuri uang atau makanan, suaminya juga baik, semua bisa dipercaya pegang kunci rumah.